Akhir-akhir ini di wilayah Surabaya digemparkan dengan pemberitaan terkait seorang Direktur Utama sekaligus pemegang saham yang dipenjarakan oleh Komisarisnya yang juga sekaligus sebagai pemegang saham karena Sang Direktur Utama mengeluarkan dokumen perusahaan dari kantor pusat untuk dilakukan audit keuangan tanpa izin dari Komisaris Perusahaan, walaupun secara hukum Sang Direktur Utama masih berstatus sebagai isteri yang sah dari si Komisaris tersebut.
Empire Palace, Trisulowati, Chin Chin, Chinchin, pidana, keluarga |
Kasus ini menimbulkan pertanyaan terkait apakah terkait dengan tindakan pengeluaran dokumen perusahaan ke luar kantor pusat perusahaan dalam rangka audit keuangan harus dilakukan Direktur Utama setelah mendapatkan izin dari Komisaris Perusahaan? Terlepas adanya fakta bahwa pihak yang berkedudukan sebagai Direktur Utama tersebut merupakan isteri yang sah dari Komisaris Perusahaan dan perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang didirikan oleh suami isteri tersebut sehingga pengelolaannya dijalankan dengan asas kekeluargaan.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa seorang Direktur Utama memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama perseroan terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan atas tindakan kepengurusan (daden van beheren) maupun tindakan kepemilikan perseroan terbatas (daden van beschiking) dengan pembatasan hal-hal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan, khususnya dalam Pasal 102 ayat (1) dan Anggaran Dasar Perusahaan, khususnya dalam Pasal 12 Anggaran dasar, misalnya untuk mendirikan kantor cabang, meminjam atau meminjamkan harta perseroan umumnya wajib didahului dengan persetujuan dari Dewan Komisaris, atau untuk mengalihkan kekayaan perseroan atau membebani kekayaan perusahaan senilai lebih dari 50% kekayaan bersih perusahaan wajib memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal tersebut menunjukkan bahwa kewenangan Direktur Utama (Direksi) untuk mewakili perusahaan adalah kewenangan yang tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali terhadap hal-hal tertentu yang diatur khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan dan Anggaran Dasar Perusahaan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 98 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan. Dalam praktiknya orang awam menyebutkan bahwa "Direktur Utama merupakan implementasi atau perwujudan dari perseroan terbatas yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri".
Selanjutnya, berkaitan dengan dokumen perusahaan itu sendiri diatur dalam Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan yang menyatakan bahwa "Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan", selanjutnya dalam ayat (3) pasal yang sama dinyatakan bahwa "Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan".
Kedua ayat dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan tersebut menunjukkan bahwa secara yuridis, kewenangan atas penyimpanan, penggunaan dan penjagaan dokumen perusahaan berada pada tangan Direktur Utama (Direksi) yang dibuktikan dengan kewajiban pemegang saham untuk memperoleh izin dari Direktur Utama untuk memeriksa dokumen perusahaan yang bersangkutan, bukan izin dari Dewan Komisaris.
Selanjutnya terkait dengan pelaksanaan audit keuangan yang kemudian berimplikasi pada pemindahan dokumen perusahaan ke luar kantor pusat perusahaan atas permintaan dari akuntan publik, pada dasarnya hal ini merupakan suatu kewajiban dari Direktur Utama sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan yang mewajibkan Direksi untuk menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
- kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/ atau mengelola dana masyarakat;
- perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
- perseroan merupakan perseroan terbuka;
- perseroan merupakan persero;
- perseroan mempunyai aset dan/ atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
- diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Direktur Utama tidak memenuhi kewajiban tersebut, maka laporan keuangan yang disusunnya tidak akan disahkan oleh RUPS.
Kemudian kembali pada kewenangan Direktur Utama dalam perusahaan, pada dasarnya keseluruhan tindakan Direksi dalam rangka mewakili Perusahaan baik berupa tindakan kepengurusan (daden van beheren) maupun tindakan kepemilikan (daden van beschiking) merupakan kewenangan mutlak dari Direktur Utama (Direksi), kecuali yang secara tegas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan dan Anggaran Dasar Perusahaan, yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 102 (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan dan Pasal 12 Anggaran Dasar Perusahaan harus memperoleh persetujuan atau izin dari Dewan Komisaris atau RUPS.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada dasarnya terkait dengan tindakan mengeluarkan dokumen perusahaan ke luar kantor pusat perusahaan, dapat diklasifikasikan sebagai tindakan kepengurusan (daden van beheren) yang dilakukan oleh Direktur Utama, mengingat hal tersebut dilakukan dalam rangka pelaksanaan audit keuangan guna penyusunan laporan keuangan yang telah menjadi kewajiban Direksi setiap tahunnya. Di samping itu, tidak terdapat pembatasan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan maupun Anggaran Dasar Perusahaan yang menyatakan bahwa tindakan pengeluaran dokumen perusahaan ke luar kantor pusat perusahaan harus memperoleh izin dari Dewan Komisaris ataupun RUPS. Sehingga jelas tidak rasional apabila dalam pelaksanaan pengeluaran dokumen perusahaan ke luar kantor pusat perusahaan dalam rangka audit keuangan untuk penyusunan laporan keuangan oleh Direktur Utama wajib memperoleh persetujuan RUPS maupun Dewan Komisaris.
Di sisi lain, dalam kesempatan ini Saya juga mempertanyakan terkait kewenangan residu yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroankepada RUPS sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 yang menyatakan bahwa "Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/ atau anggaran dasar". Menjadi permasalahan adalah apakah "kewenangan" yang menjadi residu dari kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan maupun Anggaran Dasar Perusahaan tersebut? Mengingat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan dan Anggaran Dasar Perusahaan telah mengakui kewenangan yang penuh dan tidak terbatas pada Direktur Utama (Direksi) untuk mewakili Perusahaan kecuali untuk hal-hal tertentu yang memang diatur harus dengan persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pengaturan yang demikian masih menyisakan celah untuk menimbulkan "kewenangan residu" bagi RUPS karena seluruh kewenangan untuk mewakili perusahaan pada dasarnya merupakan kewenangan dari Direktur Utama (Direksi). Keadaan demikian justru menimbulkan kekaburan hukum dan ketidakpastian hukum.
Semoga Tuhan secepatnya menunjukkan kebenaran dan keadila-Nya.
~igp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar