Senin, 28 Maret 2016

Rekonseptualisasi Tuntutan Ganti Rugi Atas Tindak Pidana Pencucian Uang yang Berasal dari Tindak Pidana Umum (KUHP)

Sebagaimana kita ketahui bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan suatu kelanjutan dari tindak pidana awal, baik itu yang berasal dari tindak pidana umum sebagaimana diatur dalam KUHP maupun tindak pidana khusus seperti narkotika dan korupsi.
pencucian uang, tindak pidana, money loundry


Dalam tindak pidana khusus seperti narkotika dan korupsi, pihak yang dirugikan atau yang diistilahkan sebagai "korban" adalah negara atau warga negara secara umum, sehingga wajar dalam hal uang hasil tindak pidana narkoba atau korupsi 'dicuci' melalui tindak pidana pencucian uang, maka terhadap uang hasil tindak pidana tersebut dilakukan penyitaan dan kemudian apabila hakim memutuskan pelaku tindak pidana bersalah, maka uang tersebut dimasukkan ke dalam kas negara.

Menjadi persoalan adalah apabila tindak pidana awal dari tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana umum, semisal pencurian atau penggelapan, dimana "korban" identik dengan orang perseorangan yang jelas menginginkan agar kerugian yang dialaminya atas tindak pidana tersebut dapat dikembalikan. Sedangkan umumnya dalam praktek pengadilan, uang tersebut nantinya akan dimasukkan ke dalam kas negara atau dengan kata lain, hal tersebut tidak memberikan kepastian dan keadilan bagi korban yang menginginkan pengembalian atas kerugian yang dialaminya.

Selama ini, tidak satupun saya menemui adanya putusan hakim dalam tindak pidana umum yang disertai dengan tindak pidana pencucian uang memberikan amar putusan yang menyatakan bahwa uang hasil tindak pidana dikembalikan kepada korban atau yang berhak, melainkan umumnya akan disita dan dimasukkan ke dalam kas negara.

Sedangkan dalam hal korban atau pihak yang dirugikan menginginkan pengembalian kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana tersebut, maka korban harus menempuh langkah hukum berupa gugatan secara keperdataan dengan dasar putusan pengadilan pidana tersebut kepada si pelaku.

Hal tersebut jelas tidak bersesuaian dengan tujuan hukum yang memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam waktu secepatnya kepada korban. Untuk itu hal ini sekiranya dapat diangkat menjadi topik penulisan yang memberikan kontribusi bagi praktik pengembangan hukum ke depannya.

Sebagai tambahan:

Baru-baru ini di Surabaya (Cek Koran Jawa Pos bulan Februari 2018) terdapat berita yang menyebutkan bahwa terdapat pengembalian kerugian negara (dalam hal ini daerah) akibat adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum melalui Kejaksaan, dimana pengembalian tersebut tidak diserahkan kepada kas daerah, namun terdapat pengembalian yang dilakukan kepada BPR (BUMD) atas dasar putusan pengadilan yang telah in kracht. Saya belum mendapatkan putusan tersebut dan belum mengetahui bagaimana bunyi amar putusan tersebut.

Kendati demikian, dengan adanya pemberitaan semacam ini, dapat dipastikan bahwa pengembalian uang hasil tindak pidana kepada korban, khususnya uang hasil tindak pidana korupsi kepada korban (selain kepada kas negara/ daerah) dimungkinkan dan dilegalkan. Jikalau benar pemberitaan tersebut, maka hal ini merupakan terobosan hukum yang baik dan memihak korban. Sehingga tidak seluruh uang hasil tindak pidana korupsi diserahkan kepada kas negara/ daerah, namun dapat langsung diserahkan kepada korban yang bersangkutan.

~igp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar